PLP Day 35

Hari ini seharusnya saya mengajak jalan murid-murid yang minggu lalu belum sempat ikut jalan-jalan. Seharusnya jalan-jalan hari ini lebih bermanfaat. Karena ketika sampai di lapangan kami akan mengukur kecepatan anak-anak berlari sehingga ketika ada SOIna ( Special Olympics Indonesia) kami tahu siapa-siapa saja yang bisa ikut. Hari ini seharusnya ada 5 kelas yang ikut.
Kemudiaan... semua rencana sudah tampak menyenangkan dan rapi, tapi entah mengapa ada 1 guru yang tidak setuju muridnya diajak jalan-jalan, dan kemudian mengajak 1 guru lagi untuk ikut mengatakan ia tidak setuju. Gitu deh pokoknya, saya sebel banget. Udah gituuuuu... mereka minta kami mengajar murid-murid mereka yang sudah menunggu di kelas. Kelas 1-2 smp dan kelas 5 SD yang digabung, total 12 orang di dalam kelas yang diisi 9 orang saja sudah sumpek. SAYA SEBEL! kelas sama sekali tidak kondusif, Didalam kelas, selain ada 12 orang anak, ada saya dan 2 orang teman saya. Tidak bisa tidak, saya harus bersama 2 orang teman karena satu dan lain hal.
Saya dan teman-teman bingung harus apa. Karena lapangan tidak bisa digunakan, kelas sumpek. Akhrinya kami suruh mereka menggambar bebas, dan mereka-mereka yang tidak bisa menggambar kami suruh mewarnai.

Saya kemudian keluar kelas untuk mengambil pensil warna saya. Dan saya lihat di satu kelas berkumpul guru-guru yang menyuruh kami mengisi kelas, mereka sedang bercanda disana.

Saya benar-benar kesal. Karena seharusnya saya bisa menyelesaikan tugas yang lain pada saat itu. Seharusnya anak-anak bisa diajarkan pelajaran yang seharusnya mereka pelajari, dan bukannya menggambar. Bukannya diisi oleh orang-orang yang tidak tahu sudah sejauh mana materi mereka. Sungguh saya sangat kesal.


Sudahlah.

And this is where story of the day starts

Kemudian setelah istirahat saya dan teman-teman mengunci diri di perpustakaan. Tapi RAMDAN, murid yang sangat bandel tapi saya sukai itu, terus-terusan menggedor pintu, memasukkan sampah lewat ventilasi, memanggil-manggil. Akhirnya saya bukakan pintu,

Ramdan: Bu Fifa mah dodol basi, dikunci wae panto na..
Afifa : Ramdan kenapa ngomong dodol aja terus, suka dodol?
Ramdan: ..... *dengan wajah "apaan sih ni orang" dan wajah ingin menggoda minta di jewer..
afifa: Dan, kenapa nggak masuk kelas? Kan bu Elly udah masuk?
Ramdan: Bae wee.. males..
Afifa: Ayo belajar sama ibu disini.. buka sepatu nya..
Ramdan: .... *diem lagi, mau tapi maluuu...
Afifa: ayo dan.. sok ambil buku nya...

kemudian dia masuk ke kelas dan mengambil bukunya.. Ramdan memang harus belajar secara individual, kalau dikelas dia memilih mencari perhatian, atau diam tidak bicara sama sekali. Tapi begitu kita mendekati secara individual dia langsung nempel, nurut, bahkan minta pelajaran. Saya sadar sejak pertama kali mengajar kelas ramdan, untuk menangani Ramdan kita harus memberinya tanggung jawab.

Ramdan kemudian masuk lagi membawa bukunya. Membuka sepatunya. Saya membantunya mengerjakan soal matematika yang belum ia kerjakan sejak kemarin. Kemudian ia menggaruk-garuk kakinya.

afifa: Dan.. ihhh... kaos kaki nya kebaliik!!
ramdan: hahahaha... *eh dia ketawa ngakak, saya gak pernah liat dia ktawa ngakak kayak gitu kecuali waktu dia ngejailin orang..
afifa: Betulin dulu...

dan dia pun membuka kaos kakinya..

disanalah saya lihat telapak kakinya yang OH MY GOD ada sayatan sangat besar walaupun sudah kering.

afifa: Ramdan itu kenapaa???
ramdan: ketojos beling
afifa: udah diobatin?
ramdan: udah
afifa: kapan ketojos nya?
ramdan: kemarin *padahal kata gurunya udah ada dari senin*
afifa: ayo di cuci dulu sama ibu kita kasih obat lagi ya?
ramdan: iya
afifa: sakit nggak?
ramdan: engga... ateul... (gatel)

saya dan teman-teman berdiskusi kemudian.. Sepertinya luka Ramdan terlalu besar untuk sekedar di beri betadine.. Seharusnya dijahit. Kebetulan disebelah sekolah ada puskesmas, adi kami antar ia kesana.

Ketika dokter di puskesmas memanggil namanya, ia menengok saya, meminta ditemani. Aduh Ramdan.. kalau urusan menjahili orang dia cerewet tapi kalau ketika diajak bicara, dan ketika seharusnya ia bicara, ia justru diam.

Dokter bilang lukanya harus dijahit, tapi jaringan didalam kulitnya sudah tertutup jadi yang harus dilakukan adalah menyayatnya, membuat luka baru, kemudian baru dijahit. Saya merinding, 2 teman saya keluar ruangan. Saya katakan pada mereka untuk menghubungi gurunya.

Sambil menunggu dokter menstrilkan peralatan..

ramdan: bu, ini teh dijait?
afifa : Iya, dijait ya?
ramdan: ... *geleng..*
afifa: takut?
ramdan:... *ngangguk*
afifa: jangan takut, nanti ibu temenin, ibu ceritain, ramdan jangan liat, ya?
ramdan: .. *ngangguk*
afifa: Dan, nanti sakit nya cuma kayak gini aja *saya cubit kecil* abis itu udah... nggak sakit kan?
ramdan: teu..
afifa: Kan ramdan tadi juga nakol (mukul) Reggy gpp.. nendang pintu kuat.. ini juga harus kuat.. Ramdan kan jogan nya ibu (for real, saya pikir kalau dia sudah dewasa saya pasti naksir! hehe..)
ramdan: bu.. ieu lama teu?
afifa: Insya Allah engga.. kenapa gitu?
ramdan: Bade uih.. tos bel.. (mau pulang.. udah bel)

JGERR!! Hahahahahaha!!!

Dokter pun datang, guru kelasnya pun datang.. Ramdan masih dengan wajah cool nya. Gurunya mengambil alih menjaga ramdan, memeluknya, menutup matanya. Dokter mulai membius kakinya, dan saking tebalnya itu kaki yang jarang bersendal, dokter susah memasukkan jarum suntik... Ramdan ngotot pengen lihat bagaimana yang namanya menjahit kaki. Tapi saa lihat tangannya kaku, saya pegang pun tangannya dingin, ketakutan. Oh iya.. ini posisinya ramdan masih duduk di kursi karena nggak mau tiduran di kasur.
Sesuai janji, saya membacakan Ramdan cerita.. dan tahukah apa cerita saya? Hehehe... Cerita saya adalah tentang cara mengobati orang yang sesak nafas. Hehehe... itu karena saya melihat poster di puskesmas dan saya tidak punya ide mau cerita apa. Tapi sebentar saja saya sudah berhenti cerita karena ramdan sudah benar-benar masuk ke ketek si bu guru, merem, menahan rasa takutnya.

3 jahitan

seminggu lagi baru dilepas. Mau dipasang yang bisa cepat di buka tapi kondisi lukanya agak parah.

Ketika semuanya sudah selesai, Ramdan membuka matanya, dan saya lihat berkaca-kaca, tapi dia tidak menangis. Bapaknya sudah menjemput.

Kami menyarankan Ramdan untuk tetap sekolah, supaya setiap hari bisa diganti perbannya di puskesmas. Ramdan menggeleng, takut di jahit lagi. Tapi marilah lihat saja bagaimana besok. Mudah-mudahan tetap masuk.

Ramdan kemudian pulang, kami kembali ke sekolah. Saya katakan pada teman-teman saya. Jika saya seumur dengan Ramdan dan sedang masa puber, saya pasti suka sama Ramdan. Bukan karena dia cakep, karena dia tidak cakep. Tapi karena sikap Ramdan yang super cool, sangat laki-laki, dan menyimpan masalah.


0 Response to "PLP Day 35"

Post a Comment