lagi-lagi tentang ia

setiap kali aku merasakan rasa sakit di dalam tubuhku, yang takkan sembuh diobati dengan obat apapun, yang takkan hilang kecuali dengan 1 macam pelukan dari 1 dna tertentu. yang menyesakkan walau kadang diselipi rasa yang lucu, aku menyusuri tulisan-tulisan IA. tulisannya, dengan semua ungkapan yang persis dengan yang kurasakan, bisa sedikit mengobati perih. Atau paling tidak membuatku merasa pantas untuk menangis.
Hari ini, kutipan-kutipan ini yang aku rasakan..

<1>
ah, datang lagi kenangan ini. di bawa hujan yang menggerimisi kantorku, seperti
jarum yang sengaja disusupkan di balik kulitku.

aku kangen dia, kangen yang tak bisa kusampaikan dengan kata-kata, dengan telpon
atau canda. kangenku, hanya bisa sampai lewat doa dan air mata, juga kenangan...
[Saturday, June 26, 2004: kangen, susupan jarum di balik kulit ]

<2>
...Setiap kali hujan, bahkan yang paling rintik pun, aku selalu begini: membuka
jendela, menggeser tirainya, mempermainkan khayal, melamun. Aku tak pernah tahu,
kuasa apa yang bisa mencengkram benakku, apa bau tanah basah, tiktok air di
genteng, atau tempias yang memburamkan jendela, gelegar atau cahya guruh? Ah,
rasanya bukan itu, tapi kamu. Ya kamu, non: yang selalu datang bersama hujan.
... <3>
Di sana, batang mangga itu tak mengigil lagi, dia bugar,
seperti kamu, yang masih segar dalam ingatanku, sesegar hujan. Biarlah, dalam
rintik yang penghabisan ini, non: aku akan temani kamu, dalam secangkir kopi,
segigit roti --kamu mau?-- sendiri, tak berbagi, juga pada diari ini. Jika esok,
atau lusa, atau lusanya lagi, non: tiap kali hujan, tolong temani aku, karena
aku tak kuat, tak pernah kuat, sendiri. Aku memang sedih jika kamu temani, tapi
akan lebih sedih, jika aku kau biarkan sendiri.***
[engkau masih sesegar hujan (24 Maret 1999, dia masih sesegar hujan) ]

<4>
luka --juga dalam bentuk konkritnya-- adalah tanda dari sebuah cerita, simpul
yang mempertalikan juluran benang, yang diujungnya tersulam kenangan. luka
adalah isyarat, ada "sesuatu" yang dipendam, tapi bukan dilupakan, sesuatu yang
coba dibuang, tapi acap mengingatkan. luka adalah bayi yang kehausan, yang
memberi tanda lewat "detak" di payudara ibunya. aku nggak tahu, seberapa jauh
asumsi itu benar. cuma, dari peng-alamanku, perasaan dilukai, sakit, juga nyeri,
menjadi tanda tentang "sebuah hubungan" yang tak biasa. aku tanpa tersadari,
mengukur kedalaman hubungan dengan seseorang, dari seberapa jauh aku merasa
terlukai. ini karena dalam hubungan, "selalu ada kejujuran yang tak bisa
dikatakan, dan dusta kecil yang terpaksa disimpan", yang justru membuat cerita
--bahkan dunia ini-- berjalan. ketika aku mengambil luka sebagai pembeda
hubungan, aku sadar ini sebuah cara yang tak biasa, tapi dari luka-luka itu,
juga tangis, aku tahu, ada harapan yang terciderai atau kasih yang dicabik, tapi
perhubungan harus jalan, karena "dari luka-luka mungkin kita jadi dewasa",
karena setiap luka adalah titik awal kekekalan sebuah hubungan, setidaknya dalam
ingatan.
[Friday, June 25, 2004. gerimis, juga isyarat tangis ]

<5>
randu itu, non: sering merangkai imajiku tentang sesuatu. tapi pagi kemarin,
randu itu melahirkan imaji tentang kamu. melihat kapas randu itu mengintip dari
buahnya, lalu dipukul angin dan terbang, aku diingatkan padamu, yang juga
"dipukul" takdir, terbang ke suatu tempat, menjalani kehidupan yang lain. tapi,
ah sudahlah, bukankah semua orang juga begitu, ya?

tapi, ah: aku harus "mengurus" takdirku dulu. lain kali akan kutuliskan lagi
sesuatu tentang randuku. kau mau? jika waktumu luang, berceritalah padaku, apa
saja, aku mendengarkan, aku menunggu: seperti randu
[takdir, jelentik randu dipukul terik ]

<6>
..."jangan tanya siapa dia, biru.
kau tak mengenalnya. dia datang ketika aku hanya bisa mengatakan 'ya'. dia tak
mengambil apa pun yang pernah kamu miliki, yang pernah kita miliki."
.... <7>
kini, kita hanya punya dulu, kita
hanya memiliki janji.
ya, tadi pagi non menikah, aku menggelepar kehabisan darah. dan
mencintainya, kini terasa bukan sesuatu yang sia-sia. ia telah menanamkan
sesuatu yang abadi, kesakitan-kesakitan ini. air mata kesunyian ini. napas yang
menetes di ujung jariku ini....
[Wednesday, January 12, 2005. hidup yang tiada harap ]

<8>
elang, benarkah lupa akan membebaskan kita?
seperti katamu, hidup memang penuh kejutan. dan tiap kejutan datang, kita selalu sadar, hidup tak pernah sepenuhnya kita kendalikan. ketakterdugaan itu, elang: membuat kita runduk, dan tahu, ada peta yang telah diterakan, yang tengah kita jalani.
pernah, kamu menjadi petaku, dan aku menjadi petamu, dengan satu kejutan: aku tak lagi memegang masa depan. tiba-tiba, elang: aku harus menerima ini, arah kita berbeda haluan. sebuah tangan yang tak kelihatan, memotong lintasanku, menjadikan jalan buntu. dan titik pijakku leburkan diri menjelma masa lalu. kau tak lagi bisa bersamaku elang... aku tak bisa menginginimu.
elang, percayalah, lupa akan membebaskan kita.
lupakanlah aku, sepertiku yang telah melupakanmu.
[Friday, May 20, 2005. lupa akan membebaskan kita ]


Ini adalah obat-obat untuk perihku. Obat memang tidak enak. Obat-obatan ini semua, berisi tentang kepedihan. Tapi juga yang aku rasakan benar. Tulisan Ia, walau terkadang terasa vulgar, tapi membantuku mengobati perih.

0 Response to "lagi-lagi tentang ia"

Post a Comment